Senin, 02 April 2012

Risalah Kepedihan Dan Keagungan Cinta

Memang benar engkau telah kehilangan aku dalam waktu yang tidak sebentar, tapi ketahuilah, jika hatimu sedang berada di puncak kerisauan, maka sesungguhnya hati ini sedang merasakan kepedihan yang lebih dari itu. Hatiku telah koyak tersayat oleh keindahan semu seorang dara jelita.

Yakinlah, aku tidak melupakanmu atas nama kesombongan.

Mungkin engkau memang telah kehilangan aku dalam wujud diri, tapi tidak dalam wujud hati. Sekarang aku datang kepadamu berupa untaian-untaian kata tentang hakikat kepedihan yang tak pernah engkau kira sebelumnya. Meski aku tidak sehangat yang dulu, menemanimu mengubur masa lalu dan membangun masa depan, setidaknya sekarang aku telah datang kembali dan mengutus jiwa ini yang akan menghilangkan dahagamu tentang kisah hidupku. Ketahuilah, selama ini aku terbeku dan terbelenggu dalam keindahan cinta yang semu. Keindahan yang hanya bisa ku lihat tanpa bisa ku rasakan. Yang hanya bisa ku nanti tanpa bisa ku harapkan.

Taukah engkau, hati ini telah di bungkam bisu dalam rasa bimbang di antara kelamnya hakikat dan gelapnya harapan. Belenggu pikiran dan khayalan yang berjalin berkelindan dan tak pernah lelah menjeratku. Salah satu dari pikiran atau khayalan itu selalu berusaha untuk menenggelamkan ku dalam hangatnya cinta dan keindahan kasih sayang, sementara yang lain berupaya menjajaki tapal-tapalnya, hingga diriku benar-benar kehilangan keseimbangan dan tertawan oleh pikiran dan imajinasi yang begitu berat terasa di jiwa ini.

Aku sadar bahwa diri ini tidak pernah terbelenggu apa pun. Tapi begitu aku melihatnya, melihat cara ia menatap, cara ia menulis, dan cara ia bertutur kata, kemudian aku tinggalkan ia begitu saja sebagaimana adanya, maka saat itu pula aku merasa ada sesuatu dari jiwa ini yang tertinggal dalam dirinya.... .

Aku berharap kepadamu, wahai Kekasih yang selalu di anugerahi Tuhan dengan berbagai keindahan dan kesehatan, hendaknya engkau tidak akan menghantamku dengan cerca atau kebencian atas apa yang telah terjadi dan telah kita lalui. Bila bagimu semua tak ada arti, maka lupakan dan tinggalkan semua begitu saja adanya.

Pinta ini sengaja aku tuturkan karena sepenuhnya engkau tau bahwa segala sesuatu pasti mempunyai dua warna. Sedang warna keindahan itu tak lain adalah Cinta dan Kebencian. Karena itu, ketahuilah bahwa risalah-risalahku nanti akan datang dengan dua kekuatan keindahan itu: Cinta dan Kebencian.

Demi Tuhan, sesungguhnya aku mencintai hingga aku membenci....

Demi Tuhan, sungguh sangat disayangkan jika sebuah itikad baik tidak menuai harapan sebagaimana niat busuk yang justru menuai hasil dengan gemilang.... .

Ketika kaidah waktu telah senyap kekeringan atau tidak lagi nyaman bagimu untuk mendengarku, ada baiknya engkau untai risalah-risalahku yang telah berhasil sampai di haribaanmu. Tolong beri ia semacam kesan sekadarnya. Karena ia adalah hasrat perasaan yang bergejolak dalam satu penggal waktu, supaya ia jadi bagian dari sejarah yang tak terlupakan keindahannya dari setiap kepedihannya.

Maaf bila hasratku keliru, kadang kita mencintai orang yang salah tapi cinta tak pernah salah.

Jika suatu saat nanti takdir menyapa kita untuk bersua, maka kita akan membukanya, lalu matamu melantunkannya untuk hatiku. Namun mana kala Malaikat maut lebih dulu menjemputku, dan telah tuntas sudah semua hasrat di jiwa ini,, maka kenang atau lupakan saja semua yang terjadi, dan alunkan saja bisik suaramu dari seberang sana supaya ia memberi salam perdamaian kepada kelunya hati yang sempurna pedihnya ini.... .

Antara Kehendak Dan Kenyataan

Sayang
Segeralah mekarkan cintaku di hatimu.
Bukankah aku telah lama memburumu?
Atau kau memilih untuk masuk ke dadaku
agar aku tak perlu lagi berteriak memanggilmu....
Semua ini demi sesuatu yang semoga abadi di antara kita.

Takkah engkau tau
bahwa aku berpegang sepenuhnya pada harapan.
Dan selebihnya adalah doa.
Dan di ujung doa itu, biarlah Tuhan yang mengatur.
Amien...... .

Dalam Kegalauan... .

Diam yang bisu, yang kedalamannya gelap-gulita dan hitam-legam.
Diam seribu bahasa yang tak terungkap.
Diam yang membelenggu seluruh gagasan dan tegur-sapa.
Diam yang menyesatkan.
Diam yang pekat karena matahari cinta dan jiwa tak lagi bersinar di sana.
Diam yang penuh dengan maya pada dan prasangka yang menggumpal.
Diam yang buas, sunyi dan lengang yang berupa goresan luka hati yang amat pedih,.