Senin, 28 Desember 2015

"Kenangan dan Harapan"

Bismillah..... .

Dulu aku datang dengan sepenuh asa dan harapan,
Kini aku harus pamit untuk menjemput impian.

Tak ada yang abadi di dunia, segalanya mesti berubah... .

Hari-hari ku menanti,
Hari-hari ku berharap,,
Hari-hari perihku memikirkan itu... .

Harapanku kini hanya asa usang,.

Menunggu yang tidak pernah datang,,
Menanti yang sudah melupakan... .

Aku... .
Kini sadar... .

Semua sudah terjadi...
Kata sudah terucap...

Masih ada bekas yang berusaha di hapus,,
Masih ada asa yang terkurung egois dan kemunafikan... .

Saat matahari telah terbenam, asa itu pun menangis,.

Mengenang yang berusaha di hapuskan... .
Merindukan yang berusaha di lupakan... .

Sampai kapan...??

Terima kasih sudah menjadi teman baikku,
Terima kasih sudah mengisi hari-hariku,,
Terima kasih sudah menjadi bagian dari jalan hidupku... .

Maafkan semua kesalahanku,,
Maafkan segala kekuranganku... .

Tak ada yang mesti di tangisi, karena aku tidak akan jauh,.

Tetaplah mengingat setiap kenangan yang telah kita lewati,.
Lupakan semua kepahitan atas segala kesalah pahaman kita,.

Sampai Jumpa di lain waktu... ..

Jumat, 23 Agustus 2013

Salam Wangi Surga

Bismillah.... .

Wahai wangi harum dari surga di antara anugerah itu, seberapa panjang lelah dan dahagaku?
Antara diriku dan dirimu ada samudera yang terhampar dari mata air yang di tinggalkan, dan daratan yang di sengketakan.

Wahyu membalut bumi dengan udara yang harum dan membangunnya dengan nyanyian tanpa kata,.
Kegelisahanku terhadap angin yang bertiup dari Syam, dan pemandangan yang terhampar dalam buminya tak lain adalah Cintaku: di sanalah aku terlelap....

Wahai malam, engkau adalah halaman yang memenuhi tanah lapang. Tidak ada dalam dirimu goresan mimpi-mimpi.
Seiring gugusan bintang dan cahaya rembulan, dalam setiap bintang dari bintang-bintangmu ada senyum yang terhenti dan memberi isyarat cinta dengan salam.
Seakan ufukmu dan lukisan-lukisan bintang adalah sejarah hari-hariku dulu.... .

Wahai pelita cinta, dalam pendakianku telah ku taklukkan puncak demi puncak layaknya bintang yang siap menghilangkan dahagaku dan gulita mendungku.
Dalam setiap selasar ruang dan setiap lipatan, sesungguhnya cinta dan kasih sayang telah meletakkan rembulan yang siap menerangi hari-hariku dan masa depanku....

Semoga damai dan bahagia kan selalu tercipta dalam indahnya,.
Surga akan menjadi saksi bagi Keindahannya, sedangkan Keindahan itu tak lain adalah Engkau dan Aku.... .

Minggu, 02 September 2012

Engkaulah Surgaku

Wanita yang sendiri, percaya diri, mandiri, namun santai dalam aura kemerdekaannya. Wanita semacam itu menawan, indah, bukan karena tubuh dan raut wajahnya tetapi karena jiwa kemerdekaan yang di milikinya. Tubuh muncul sebagai sosok yang tegar, ketegaran dan kemandirian yang menggetarkan nurnani. Kesanggupan untuk bertahan hidup seorang diri, tanpa merasa sepi, meski orang lain melihatnya sebagai kesepian. Bertahan untuk dapat melangsungkan hidup adalah pergulatan, perjuangan, pencapaian, ulet, pantang menyerah, dan bergerak penuh inisiatif. Tidak banyak mencerca, tidak banyak menyalahkan, dan mampu menerima segala keadaan yang menimpa dirinya tanpa banyak tanda tanya.
Tugas hidupnya adalah bertahan dan menembus segala yang datang mendera padanya. Tenang jiwanya selalu berada dalam ekspresi sadar diri, santai namun tidak menyerah. Dengan kata lain, perlahan namun pasti. Keyakinannya kuat dan tidak mudah pasrah. Berani sendirian karena sadar dialah pemilik hidupnya sendiri.
Tidak mudah takluk dan di taklukkan.
Tangguh. Lembut tapi kuat. Halus tapi tegar. Sutra tapi baja... .

Sabtu, 01 September 2012

" Dendang Awan Mencari Matahari "

Bismillaahir rahmaanir rahiim....

Jadilah makhluk utama yang paling bahagia. Laksana matahari di waktu dhuha, laksana bulan purnama di kala gelap.

“Kasihku, di jalan ada jumpa dan sua kembali. Tetapi orang berjalan sendiri-sendiri. Ku pikul ragaku menempuh kemegahan Suluk, dan engkaulah laras Suluk itu. Engkau mengira aku pergi padahal aku mengembara di dalam dirimu.”

Jiwa berkelana tak menjelajahi bumi maupun lautan, tak tenggelam dan tak pula mengapung, ia berada di pusat diri sedangkan raga mengembara dan memecah-mecah.

Melalui mu talah ku temukan kasing sayang dan ilmu kabahagiaan. Memisahkan diriku dari mu, berarti memisahkan diriku dari kasih sayang dan ilmu ini. Sebab bagimu para makhluk adalah hijab dan kamu adalah hijab bagimu sendiri. Padahal Allah tak terhijabi, kecuali oleh mu, seperti kamu sendiri bagi makhluk-makhluk....

Aku tak tau ke mana aku harus melarikan diri dari setiap duka prasangka dan kemalangan yang selalu mengejar. Mencoba diri menginsafi beberapa hal dari setiap peristiwa demi untuk membuka mata hati. Aku mencari tanda rahim dari Allah di segala hal dan penjuru, tapi tidak menemukannya. Apa berkat kesaktiannya selain merusak bathin dalam raga? Aku hanyut dalam kesadaran tak berakal. Semua akan luput dari lupa. Hidupku berada dalam matiku, dan matiku dalam hidupku.

Aku pasrah pada keyakinan semu.

Ku berjalan hingga batas akhir sejauh dan selama yang ku bisa. Mencari dan berharap menemukan sesuatu yang bisa menentramkan hatiku dan menjauhkan jiwaku dari putus asa. Ku leburkan diri dalam setiap langkah dari setiap inchi yang terhampar dalam semesta bagai awan yang terus bergerak. Bagai kumbang madu yang beterbangan mengitari bunga-bunga sambil merintih, sebab saat mereka mendekat, kembang-kembang menguncup seperti putri malu takut di perawani.

Aku berjalan selama dan sejuah yang aku sendiri tak tau kapan akan ada akhirnya, berjalan tanpa tujuan namun tetap ada dalam kesadaran. Terbawa ke sini ke sana oleh omongan hati semata namun tetap tak ada tujuan pasti yang bisa ku jadikan sebagai pegangan. Tak seorang pun mengeluarkan kesaksiannya, semua merintih seolah di sambar petir tapi tak kena, seolah di terkam harimau tapi tak tersentuh.

Takdir tak dapat di hindari. Setiap yang berawal pasti akan berakhir, semua yang hidup pasti akan mati, dan setiap yang bernyawa pasti akan binasa. Seperti Rahasia di balik rahasia. Laksana isyarat jiwa, setiap sujudnya di jawab satu suara:

“Sesungguhnyalah, Aku ini sangat dekat denganmu.”

Mimpi adalah kembang kehidupan ke depan. Sebagaimana yang telah tergambar. Suatu tanda (lagi kekuasaan Allah) ialah kejadian malam, Kami tinggalkan siang dari padanya, maka mereka pun dalam kegelapan. Tidak mungkin matahari menyusul bulan dan tiada malam mendahului siang. Semua beredar pada falaknya (tempat peredarannya) masing-masing.

Dan di sepanjang perjalalan malam, seluruh kesenduan rembulan telah tersedia. Rasa dekat, kekhawatiran jauh menggerogoti hati. Bintang-bintang meredup dalam kelam ketika ku pandang demi menyesatkan ku dan surya silam di air jeram demi menenggelamkan ku dalam arti bathin.

Begitulah, hari dan haru silih berganti. Bagai melihat tanpa rupa, bagai mendengar tanpa kata. Aku terbawa hembusan angin, aliran air, mata liar, bibir basah doa, kaki terbelah tanah.

Ku berjalan menyusuri masa, melewati setiap ruang dan waktu untuk menemukan jawaban hakikat kehidupan. Dan kini, sampai sudah ke kebalikan dunia, tempat rumput bicara, batu empuk, langit hijau, manusia bening.

Langit hitam menumpahkan cahaya kelamnya tanpa warna. Cahaya di atas cahaya. Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Ia kehendaki. Dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Dan bukankah tertulis bahwa satu detik saja lupa, membatalkan sehari penuh kembara?

“Janganlah kamu lupa, agar kamu tidak di lupakanNya.”

Di timur, ketika fajar merangkak, semua menjadi merah. Jiwa terungkap cerah, dunia mendandani warna mata sang terkasih yang barusan di tinggalkan sang kekasih. Dan antara kekasih dan terkasih tak ada pengetahuan kecuali melalui rasa. Yang telah merasa telah tau. Dan keindahannya, tak seorang pun bisa mencapainya kecuali dengan kadalaman rasa, kejernihan hati dan kelembutan jiwa yang keseluruhannya berpusat pada kekuatan pikiran.

Sayang! Semua itu sia-sia. Telah ku persembahkan diriku tapi meja persembahan perlahan undur diri. Kepasrahanku karam dalam hampa, tak seorang pun datang menyambutnya. Nyala membakarnya tanpa mencahayai satu insan maupun satu barang. Semua terbang menjauh dengan kepak sayap luhur bagaikan seorang Ksatria pamit kepada wanitanya dengan satu ciuman terakhir dan pergi mati dalam perang, tanpa sesal tanpa doa.

“Wahai semesta, aku kehampaan yang Allah wujudkan, keheningan yang Ia suarakan, kegelapan yang di terangi nurNya, jauhnya dekatNya, senja senyumNya.”

“Wahai Keindahan hakiki, kembang hanyut samudra kerinduan, wangi surga buih asmara. Ketahuilah, engkau yang tersembunyi di segala tempat dan barang. Hingga di debu pensil sang kawi yang ia runcingi dengan kuku tajamnya. Keluarlah dari nirupamu, sudilah kiranya engkau turun dan mengharumkan tiap sajak dengan kehampaan mabukmu dan melantunkannya dengan khidmat hingga jiwa terangkat dari raganya, dan hanyut dalam rasa keindahan sampai ke kecemerlanganmu yang tak tampak. Bertakhtalah di bunga padma bathinmu, dan muncullah di depan mata hati dalam niskala. Wahai Keindahan hakiki, buatlah apa yang sudah ada!”

Ku tembangkan pengembaraan luar batas, kelana gila-gilaan, kekelaman di atas kekelaman, tenunan bukan-bukan syahwat. Sebab syahwat--serta nafsu birahi, meski di rayakan dalam bahasa mati, selalu menemukan pembaca mesumnya.

Ku tembangkan ilmu yang langka. Ilmu Kasampurnaan yang pula di kenal dengan nama Ilmu Kebahagiaan. Bagi mereka yang mengerti, yang berpikir dan yang berakal.

Dalam kemegahan Suluk. Perjalanan telah menjadi hamparan kesesatan semata, yang penjelajahnya dengan sengaja mengaburkan jejak yang ada. Tiap langkah, di ilhami dengan pikiran, getaran, warna, rasa, suasana hati, tanpa menguranginya apa pun, sehingga kecerdasan selalu di temani keedanan saja. Semua tidak henti-henti tersesat dan saling menemukan kembali pada nama dan tempat lain, bahkan beda wujudnya. Dari semua yang bisa di dengar telinga, dari semua yang bisa di lihat mata, dari semua yang bisa di nalar pikiran, dari semua yang bisa di bayangkan jiwa, hanya untuk berada di dalam kehadiranNya.

Dan aku hanya ingin menjadi rasa, supaya bisa selalu bertaqarrub atau padam dalam Allah.

Dan dalam kesadaranku, pikiranku dengan cepat dan tak di sengaja melampaui batas wilayah yang di kenal dan melebur menjadi suatu rasi angan-angan yang masing-masing bebas membayangkan sifat penghuninya dan lekak-lekuk singgasananya untuk menghadapi uji coba Keindahan yang sulit di kenalinya. Namun, karena kebutaan semata, sehingga dengan mudahnya jiwa telah di asingkan selamanya ke kegelapan malam karena luput mengenali Keindahan yang ada.

Namun Surga tak pernah mendendam.

Demi terangnya waktu matahari ketika sepenggalah naik, dan demi malam apabila telah sunyi, Tuhan mu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu.

Allah telah mengangkatku, jiwa yang sedang menghilang ini telah menyeret langit ke ketiadaannya, keseluruhannya dan yang sebagian lagi berbaur. Tingginya semesta dan luasnya terserap ke titik awalnya dan warna-warni telah berpulang ke putih semula.

Pengembaraan telah mencapai akhirnya dan yang selain Dia telah berhenti ada.

Dan jika kedamaian yang engkau cari kemari, maka engkau tak akan menemukannya. Karena kedamaian yang sesungguhnya adalah ada di dalam diri kita sendiri. Dan aku--aku ini juga selalu berada dalam kegalauan Kehidupan di atas kehidupan, yang di puncaknya dulu ku kira akan ku temukan tempat untuk ku berlindung.

Dan kini, aku hanya ingin mengikuti arus dan bukannya menentangnya, kembali kepada Kodrat dan Penciptanya. Sesuai dengan nasabnya. Menjadi yang menyerapku ketimbang diriku sendiri. Sebab, aku tidak dapat membebaskan diri sendiri sambil tetap menjadi diri sendiri......... .****

Senin, 20 Agustus 2012

Antara Hasrat Dan Isyarat

Maaf jika hasratku keliru, kadang kita mencintai orang yang salah tapi cinta tak pernah salah.

Dan Maaf jika selama ini aku telah salah menafsirkan Keteguhan Hatimu sebagai keangkuhan tanpa batas,.

Aku selalu berharap segala yang terbaik untuk kamu. Pelan-pelan aku mulai mencoba menata diri kembali selangkah demi selangkah untuk bisa menjauh, melupakan, melepaskan, merelakan serta mengikhlaskan kamu.

Ku bersujud seraya bertaqarrub dalam gelap, berlindung di balik hitam di antara tenangnya malam. Kamu tidak pernah tau betapa sakitnya hatiku ketika aku harus mengingat dan menyebut nama kamu dalam gelap. Maka dari itu aku tersesat.

Kamu juga tidak pernah tau betapa sakitnya hatiku harus memperlakukan kamu seperti itu. Yang harusnya aku menyebut nama kamu di bawah terangnya matahari, berharap agar semua menjadi tampak hilang dan tak terhalang.... .